Unand Pernah Punya Aturan Anti-LGBT Lalu Dicabut, Kini Menuai Dampak Buruknya?
Universitas Andalas, Padang pada 2017 lalu pernah menjadikan anti terhadap Lesbian, Gaym Biseksual dan Transgender atau LGBT sebagai persyaratan lulus jadi mahasiswa. Ketika itu, jabatan Rektor Unand dipegang Tafdil Husni.
Mengutip pemberitaan dari Tempo yang dimuat pada 2 Mei 2017, Tafdil menyebutkan mahasiswa yang akan diluluskan masuk Unand harus menandatangani formulir anti LGBT. Karena LGBT menurut Tafdil akan memberi dampak negatif terhadap kampus.
"Kalau tidak menandatangani formulir tersebut, tidak boleh masuk Unand. Karena LGBT akan berefek negatif terhadap kampus. Selain faktor genetik, LGBT bisa berkembang melalui lingkungan," kata Tafdil ketika itu.
Tafdil mengatakan Unand memiliki hak melarang LGBT hidup dan berkembang di lingkungan kampus. Karena perbuatan tersebut dilarang oleh agama Islam dan adat istiadat Minangkabau. Larangan LGBT ini menurut Tafdil sama halnya dengan Singapura melarang orang merorok dan Provinsi Aceh yang melarang perempuan tidak berjilbab.
"Kami juga punya hak asasi dan aturan. LGBT tak boleh berkembang sesuai dengan agama," ucap Tafdil.
Persyaratan anti LGBT untuk masuk Unand ini sempat muncul di laman resmi Unand. Adanya aturan ini kemudian menjadi pro dan kontra di media sosial.
Salah satu pihak yang menentang adanya aturan harus anti LGBT untuk masuk Unand adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Direktur LBH Padang tahun 2017, Era Purnama Sari, mengatakan larangan LGBT bagi calon mahasiswa Unand melanggar konstitusi.
Menurut Era, setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar.
"Formulir itu telah mencederai prinsip dan nilai nondiskriminasi dalam pendidikan," ujar Era ketika itu.
Pada April 2017, Unand kemudian mencabut syarat pernyataan Anti LGBT untuk masuk Unand. Pencabutan aturan tersebut dilakukan karena derasnya arus kritik dari publik. Kritik yang dilayangkan ke Unand berpendapat tidak ada kaitan antara prestasi akademik dengan orientasi seksual.
Sosiolog Universitas Negeri Padang (UNP) Erianjoni menyayangkan aturan tersebut dibatalkan. Meurut Erianjoni, aturan yang dibuat Unand tahun 2017 lalu itu merupakan terobosan untuk meminimalisir dampak buruk dari LGBT di lingkungan kampus.
"Padahal itu adalah terobosan. Karena potensi kelainan seksual dan LGBT itu di kampus cukup besar. Karena mengontrolnya cukup sulit," ujar Erianjoni kepada Republika.co.id, Senin (27/2/2023).
Baru-baru ini, Unand kembali diguncang kasus pelecehan seksual. Jika pada kasus sebelumnya pelaku adalah dosen, kali ini pelakunya merupakan sepasang kekasih yang sedang kuliah di Fakultas Kedokteran.
Sejoli calon dokter itu diduga melakukan pelecehan seksual terhadap rekan-rekannya sesama mahasiswa. Tak sekadar pelecehan, keduanya juga diduga memiliki perilaku seksual menyimpang.
Keduanya saling bertukar konten berisi foto dan video vulgar teman-temannya sendiri yang diambil secara diam-diam demi memuaskan hasrat.
Dari perbuatan pelaku, terindikasi adanya tindakan yang berbau LGBT di mana pelaku perempuan berani berbuat tidak senonoh kepada korbannya yang juga perempuan.
Sumber: republika
Foto: Kampus Universitas Andalas Padang. Kasus pelecehan di Unand melibatkan sejumlah mahasiswa/Antara/Ikhwan Wahyudi
Unand Pernah Punya Aturan Anti-LGBT Lalu Dicabut, Kini Menuai Dampak Buruknya?
Reviewed by Admin Kab. Semarang
on
Rating:
Tidak ada komentar