Pemalang Genjot Sekolah Ramah Anak, Target 30% Sekolah Implementasikan SRA di 2026
Komando Bhayangkara, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang menggelar kegiatan peningkatan kapasitas tenaga pendidik guna mengakselerasi terwujudnya Sekolah Ramah Anak (SRA) di seluruh wilayah Pemalang. Kegiatan ini menegaskan kembali komitmen Pemkab Pemalang dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, sehat, dan menyenangkan bagi anak-anak.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemalang, Ismun Hadiyo, dalam sambutannya menekankan pentingnya pendidikan sebagai fondasi peradaban. "Anak-anak yang hari ini kita didik, kelak akan menjadi penentu arah masa depan Pemalang, Jawa Tengah, bahkan Indonesia," ujarnya.
Kabupaten Pemalang telah ditetapkan sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) kategori Madya sejak tahun 2022. Untuk meningkatkan predikat ini, program Sekolah Ramah Anak menjadi indikator kunci. Data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, hingga tahun 2024, terdapat 63 sekolah di berbagai jenjang yang telah mendeklarasikan diri sebagai SRA. Namun, jumlah ini masih jauh dari target ideal mengingat Pemalang memiliki lebih dari 900 satuan pendidikan.
"Target kita bersama adalah pada tahun 2025–2026, minimal 30% sekolah di Kabupaten Pemalang telah mengimplementasikan prinsip Sekolah Ramah Anak secara nyata. Ini bukan hanya angka, melainkan komitmen moral untuk melindungi hak-hak anak dalam lingkungan belajar," tegas Bapak Ismun.
Kegiatan peningkatan kapasitas ini bertujuan membekali para pendidik dengan pemahaman dan keterampilan untuk:
1. Memahami prinsip SRA sesuai Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015.
2. Menerapkan metode pembelajaran partisipatif dan inklusif.
3. Mengembangkan komunikasi empatik.
4. Menggerakkan budaya sekolah yang positif.
Pemerintah Kabupaten Pemalang berkomitmen penuh mendukung gerakan ini melalui peta jalan pendidikan ramah anak 2025–2030, yang fokus pada perluasan SRA di setiap kecamatan, pelatihan berkelanjutan bagi guru, partisipasi komite sekolah dan orang tua, serta integrasi budaya lokal Pemalang yang menjunjung tinggi nilai gotong royong, sopan santun, dan akhlak mulia.
"Dengan sinergi dan kolaborasi semua pihak, kami yakin Kabupaten Pemalang mampu naik tingkat dalam kategori Kabupaten Layak Anak, sekaligus melahirkan generasi yang cerdas, berkarakter, sehat, dan bahagia," pungkas Ismun,
Selanjutnya narasumber dari Dinas Sosial yang diampu oleh Triyatno Yuliharso,S.I.P, M.M mengatakan, Kebijakan Sekolah Ramah Anak, Kabupaten Pemalang telah memiliki payung hukum untuk sekolah ramah anak, yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak. Juknis (petunjuk teknis) sedang disusun.
Perda ini menjadi landasan hukum tidak hanya untuk sekolah, tetapi juga untuk mewujudkan Kabupaten Pemalang sebagai kabupaten yang layak anak, di
Pasal 28 menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah menetapkan sekolah ramah anak, pelayanan kesehatan ramah anak, dan desa/kelurahan layak anak.
Pasal 29 ayat 1 menyatakan bahwa sekolah ramah anak di setiap jenjang pendidikan ditetapkan paling sedikit satu di setiap kecamatan. Saat ini sudah ada minimal 14 lokasi satuan pendidikan yang ditetapkan.
Adapun Syarat dan Ketentuan Sekolah Ramah Anak
Penetapan sekolah ramah anak didasarkan pada kemampuan sekolah dalam menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan serta diskriminasi.
Sekolah harus menciptakan ruang bagi anak untuk belajar, berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman, dan toleransi.
Sekolah ramah anak harus memiliki kebijakan anti kekerasan.
Sekolah harus memiliki program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan program adiwiyata (yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan kesehatan).
Ancaman dan Tantangan
Dinsos Triyatno Yuliharso menyoroti
- Ancaman intoleransi, interaksi negatif melalui HP, dan potensi ancaman di dunia maya yang sangat tinggi.
- Anak-anak saat ini kurang tidur karena banyak waktu dihabiskan untuk bermain dan berselancar di internet.
- Interaksi anak-anak lebih banyak melalui HP daripada interaksi langsung dengan teman di depan rumah.
- Peran Guru dan Kebijakan Sekolah
- Guru sering ragu-ragu dalam membina anak-anak karena takut dilaporkan.
Triyatno juga menegaskan bahwa guru tidak perlu takut selama berada dalam wilayah kekuasaan (8 jam di sekolah) dan memiliki niat mendidik, Kebijakan sekolah dapat dibuat selama tidak bertentangan dengan aturan hukum di atasnya (kearifan lokal).
Contoh kasus: Tata tertib sekolah swasta yang menghukum anak di hadapan teman-temannya melanggar HAM.
Indikator Sekolah Ramah Anak
Ada 6 komponen yang harus dipenuhi:
a. Kebijakan sekolah,
b. Pelaksanaan kurikulum,
c. Tenaga pendidik terlatih hak-hak anak,
d. Sarana prasarana, dan
e. Partisipasi anak.
- Sinergi dan Kolaborasi
- Sinergi dan kolaborasi penting untuk mewujudkan sekolah ramah anak.
- Rapat koordinasi tim diselenggarakan oleh Bappeda, Dinsos, Dikbud, Kemenag, atau lainnya.
- Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum miris masih ada 13 anak di Pemalang yang berhadapan dengan hukum (sebagai saksi, korban, atau pelaku).
- Dinsos mendampingi anak-anak tersebut selama proses pemeriksaan.
- Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga)
Puspaga memberikan layanan online 24 jam dan konsultasi gratis.
- Layanan offline setiap hari Kamis.
Triyatno juga membuka ruang bagi Kepala Sekolah dan guru BK untuk berkoordinasi.
- Puspaga memberikan layanan sejak dini untuk melindungi anak-anak di Pemalang.
Triyatno juga menyinggung Penghargaan Kabupaten Layak Anak Kabupaten Pemalang dan berhasil mempertahankan predikat Nindya dalam penyelenggaraan Kabupaten Layak Anak, Penghargaan diserahkan oleh wakil menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
- Ancaman Kekerasan Seksual pada Anak
- Kasus kekerasan seksual pada anak masih tinggi.
- Media utama yang menjadi sarana pendukung kejahatan adalah "setan gepeng" (HP).
- Pentingnya Pengawasan dan Perlindungan.
- Sekolah yang menerapkan aturan penggunaan HP (misalnya, HP dikumpulkan di loker) diperbolehkan atas nama perlindungan anak.
- Masyarakat diimbau untuk hati-hati terhadap ancaman kejahatan yang terjadi melalui media sosial.
- Perpres 87 Tahun 2025
- Presiden mengeluarkan Perpres 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan.
- Strategi: Pencegahan, penanganan, dan kolaborasi.
- Masyarakat diimbau untuk saling memberi informasi apabila menemukan gejala yang tidak beres pada anak-anak.
Selanjutnya tanya jawab yang dibuka oleh Dinsos salah satunya dari Budi Kepala Sekolah SMP Negeri 3 pertanyaannya sebagai berikut:
- Tantangan implementasi SRA (Sekolah Ramah Anak) karena belum melibatkan orang tua dan masyarakat secara aktif.
- Guru sering takut pada orang tua, LSM, dan media dalam menerapkan SRA.
- Konsep SRA belum diterapkan secara optimal (mengubah paradigma dari mengajar menjadi membimbing, memberikan teladan).
- Kampanye anti merokok di sekolah gagal karena tidak ada keteladanan dari guru.
- Orang dewasa harus terlibat penuh dalam melindungi hak anak.
- Meminta sosialisasi dan peningkatan kapasitas tenaga pendidik untuk mewujudkan SRA.
- Meminta Dinas Pendidikan untuk menunjuk sekolah piloting untuk SRA.
- Menyampaikan adanya peredaran pil "Aceh" yang dikonsumsi siswa SMP/SMA/SMK, serta adanya "mafia sholawat" (anak-anak terlibat pergaulan bebas mengatasnamakan agama).
- Setuju dengan pentingnya kearifan lokal dan praktik-praktik baik.
- Sepakat dengan penunjukan piloting/lokasi prioritas SRA oleh Dinas Pendidikan.
- Sarana prasarana yang tidak memenuhi syarat (misalnya toilet) dapat menjadi permasalahan.
- Menegaskan bahwa HP lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif.
- Mengingatkan bahwa banyak anak-anak yang terpaksa tidak sekolah karena harus membantu ekonomi keluarga.
- Presiden telah mengeluarkan Perpres 87 tentang perlindungan anak di ranah daring (online).
- Beberapa kasus anak harus direhabilitasi karena sudah terpapar pornografi.
- Menawarkan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) sebagai tempat konsultasi dan pendalaman kasus.
Pertanyaan Siswara (SDN 06 Tegalsari)
- Mengeluhkan adanya aturan yang melarang sekolah mendidik anak dengan keras (misalnya push up, lari), namun instansi lain (misalnya pelatihan baris-berbaris) justru melakukan hal tersebut.
- Menyampaikan contoh kasus kepala sekolah dimutasi karena mobil anaknya, wakil kepala sekolah dipukul orang tua siswa.
- Merasa tidak adil dan tidak bersemangat karena menegakkan disiplin justru dipersalahkan.
Jawaban dari pengampu materi Triyatno
- Harus ada payung hukum/landasan yang jelas dalam mendidik anak.
- Guru BK dapat menjadi mediator jika ada laporan dari orang tua.
- Anak-anak yang terpapar pornografi atau perilaku menyimpang harus direhabilitasi mental.
- Pentingnya menggandeng orang tua dalam menangani anak bermasalah.
- Menekankan pentingnya kelas parenting untuk meningkatkan tanggung jawab orang tua.
- Anak-anak senang bermain TikTok dan Roblox, padahal permainan tersebut berbahaya dan dapat mempengaruhi kejiwaan anak.
- Presiden sudah mengeluarkan Perpres 87 sebagai respon terhadap ancaman tersebut.
Untuk Target 2030, Semua kabupaten/kota harus menjadi kabupaten/kota layak anak.
Kemudian narasumber BPG dari Semarang : Sukamat, S.Pd., M.Si. (Widyaprada Ahli Muda dari BPG Semarang)
Berawal dari pengalamannya sebagai korban bullying saat sekolah karena namanya, namun hal tersebut justru menjadi motivasi untuk berkontribusi dalam mewujudkan sekolah ramah anak, Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA), SRA adalah program dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Tujuan SRA adalah mewujudkan satuan pendidikan yang bersih, aman, ramah, indah, inklusif, sehat, dan asri (BARISAN).
Manfaat SRA
- Melindungi hak anak melalui upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
- Tersedianya SDM (kepala sekolah, guru) yang kompeten dan memahami tentang Konvensi Hak Anak.
- Menurunkan tingkat kekerasan, meningkatkan pemenuhan hak anak, dan berkontribusi dalam mewujudkan kabupaten/kota layak anak.
Tingkatan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)
- Pratama: Minimal ada satu satuan pendidikan di setiap jenjang yang menerapkan SRA.
- Madya: Lebih dari 25% satuan pendidikan telah menerapkan SRA.
- Nindya: Lebih dari 50% satuan pendidikan telah menerapkan SRA (Kabupaten Pemalang saat ini).
- Utama: Target untuk menjadi kabupaten/kota layak anak.
- Pedoman SRA
- Pedoman terbaru adalah Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Layanan Ramah Anak.
- Layanan ramah anak tidak hanya di sekolah, tetapi juga di tempat ibadah dan tempat-tempat lain.
- Permasalahan dalam SRA
- Satuan pendidikan belum memahami secara keseluruhan tentang substansi SRA.
- Satuan pendidikan ragu mendeklarasikan SRA karena masih terjadi perundungan, kekerasan, atau intoleransi.
- Deklarasi mandiri membutuhkan biaya yang tinggi.
- Belum semua unsur di satuan pendidikan terlibat atau paham SRA.
- Sulit mengubah mindset dari hukuman ke disiplin positif.
- Kondisi Ideal SRA
- Sepertiga waktu hidup anak ada di satuan pendidikan, sehingga harus dijamin keamanannya.
Anak-anak saat ini berada dalam kondisi pandemi lain yang lebih mengerikan, yaitu ancaman kekerasan.
- Sekolah rawan terjadinya kekerasan, penyalahgunaan NAPZA, dan rokok.
- Kebijakan sekolah masih berbasis hukuman dan proses pendisiplinan kurang tepat.
Rumus SRA
- Tiga pilar: Peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, serta orang tua.
- Empat konsep: Mengubah paradigma pengajar menjadi pembimbing, orang tua menjadi teladan, memastikan orang dewasa terlibat penuh dalam melindungi anak, dan memastikan orang tua dan anak terlibat aktif dalam memenuhi komponen SRA.
- Lima prinsip: Non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, hidup dan tumbuh kembang anak, partisipasi anak, dan pengelolaan yang baik.
- Empat komponen (sebelumnya enam): Kebijakan, pendidik dan tenaga kependidikan yang terlatih, proses belajar yang ramah anak, serta sarana dan prasarana yang ramah anak.
(Bondan)
Tidak ada komentar